Inovasi teknologi dan produktivitas yang unggul menjadi dua elemen penting yang secara mendasar menentukan ketahanan dan kemajuan ekonomi Indonesia.
Ketika bisnis meningkatkan produktivitasnya, bangsa menjadi lebih kompetitif dan makmur, mengakibatkan peningkatan daya saing nasional. Oleh karena itu, teknologi canggih seperti kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) generatif memainkan peran kunci.
Roy Kosasih, Presiden Direktur IBM Indonesia, menyatakan bahwa AI diproyeksikan membuka nilai potensi hingga 16 Triliun Dolar AS pada tahun 2030. AI diharapkan dapat mendorong pertumbuhan dan membantu mengatasi tantangan-tantangan mendesak di berbagai sektor, termasuk layanan kesehatan, manufaktur, produksi pangan, dan perubahan iklim.
Pemerintah Indonesia, melalui Bappenas, telah memperkenalkan Visi Indonesia Emas 2045, yang bertujuan mencapai transformasi holistik dengan memanfaatkan teknologi digital era baru. Dalam upaya ini, bisnis di Indonesia berusaha mengintegrasikan kecerdasan buatan (AI) dalam semua aspek, dari alur kerja hingga operasi.
Menurut Rudy Salahuddin, Deputi Menteri di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia, penggunaan AI generatif dapat membuka kapasitas produktif hingga USD 243,5 miliar di Indonesia, setara dengan hampir seperlima dari PDB pada tahun 2022.
Studi lain memperkirakan pertumbuhan pasar AI Generatif di Indonesia sebesar 24,4 persen CAGR pada tahun 2023, memberikan potensi untuk memberdayakan bisnis Indonesia dalam memberikan personalisasi dalam skala besar, meningkatkan pengalaman pelanggan.
Namun, Roy Kosasih menegaskan bahwa pandangan akan penggantian peran manusia oleh kecerdasan buatan bukanlah sesuatu yang sepenuhnya ia setujui. Menurutnya, kecerdasan buatan tidak akan menggantikan manusia; sebaliknya, manusia yang menggunakan kecerdasan buatan akan menggantikan manusia yang tidak menggunakannya.
Berdasarkan penelitian IBM, pada tahun 2024, AI generatif akan berdampak pada hampir semua peran dan level organisasi. Sebanyak 77 persen pekerja entry level diperkirakan akan melihat peran pekerjaan mereka bergeser pada tahun 2025, demikian pula lebih dari satu dari empat eksekutif senior.
Keberhasilan adopsi AI, menurut Roy Kosasih, tergantung pada keterbukaan tim untuk menggunakan perangkat dan aplikasi AI baru. Para CEO memperkirakan bahwa 40% dari tenaga kerja mereka perlu keterampilan ulang saat menerapkan AI dan otomatisasi selama tiga tahun ke depan. Pekerja harus mempercayai rekan AI baru mereka untuk menjalankan pekerjaan mereka.
1 thought on “Transformasi Menuju Indonesia Emas 2045: Peran Kunci Kecerdasan Buatan dalam Peningkatan Produktivitas dan Daya Saing Ekonomi”
Ariel Ballard